Minggu, 08 September 2013

Obituary: The Quiet Man

Tanggal 9 September 1999, siang itu gw yang masih SD menjadi salah satu peserta upacara Hari Olahraga Nasional. Bersama teman-teman satu kelas, gw menuju stadion satu-satunya di daerah rumah gw yang jaraknya kurang lebih 20 menit dari sekolah dengan berjalan kaki.

Hari itu excited banget, karena akhirnya gw bisa jalan-jalan (literally jalan) ke luar sekolah dan bakal bertemu banyak anak SD lainnya dan nggak belajar. Oh iya, satu lagi yang membuat hari itu semakin seru, yaitu tentang gosip bakal kiamat. 9/9/99, angka kembar yang membuat media, "orang pintar" dan orang awam menggembargemborkan angka "keramat" itu. Masih inget dipikiran gw, siang itu gw memandang langit yang tampak mendung dan sambil berkata di dalam hati "wah jangan-jangan bentar lagi kiamat". 

Besok, 9 September 2013, gw akan pergi lagi ke stadion itu, tepatnya di sebelah lapangan besar gersang dan tak terawat itu. Bukan untuk merayakan Hari Olahraga, tapi untuk mengunjungi seseorang yang akan berulang tahun di tanggal tersebut, i called him The Quiet Man.

The Quiet Man


Tapi, kiamat sempat terjadi buat gw, tepatnya 14 tahun sesudahnya. The Quiet Man left me, my mom and my sister, for good. Dia pergi tanpa meninggalkan pesan (mungkin karena kita kurang peka dalam membaca tanda). Atau mungkin karena dia nggak mau kita kepikiran, atau memang begitulah dia adanya, pendiam. 

Selama hidupnya, dia jarang bicara panjang lebar layaknya politisi atau pendongeng anak-anak. Tertawa pun jarang, hingga hari-hari terakhirnya gw pun masih sering takjub ketika dia tertawa kecil, seringnya karena nonton komedi atau sinteron Tukang Bubur Naik Haji. Dia lebih suka duduk diam, sambil menyalakan rokok kretek Dji Sam Su dan segelas kopi Nescafe, 2 sahabat karibnya. Dia lebih suka memandangi gw, ade gw dan nyokap bercanda dengan sodara-sodara gw yang lagi main ke rumah. Melihat tante gw dan nyokap yang saling bertukar resep makanan, atau melihat ade gw yang ngobrol dengan para sepupu. Dia hanya sesekali menyapa dan bertanya seperti "udah makan belom?" "lagi sibuk apa?". Setelah itu dia kembali lagi merokok atau tidur di kamar.

Di luar pun juga akan lebih senang diam, mendengar teman-temannya bicara sambil sedikit nyeletuk dan menimpali. Tapi, balik lagi, dia akan lebih banyak diam sambil meresapi sisa rokok kreteknya itu. 

Entah apa yang dia pikirkan. Kerjaan? Keluarga? Politik? Mungkin hal itu nggak akan pernah terjawab sampai kapan pun.

Dibalik diamnya, entah mengapa dia memiliki banyak teman. Setiap gw ikut dia pergi ke tempat kerja atau dinesnya, orang-orang di hotel tempat menginap misalnya, mereka kaya udah kenal lama sama dia dan nganggep keluarga. 

Diamnya dia juga berarti cuek. Contohnya yang paling gw kesel adalah, cuek sama kebersihan. Dia seneng banget buang abu rokok sama puntungnya sembarangan. Gw bakal ngamuk-ngamuk setelah itu.

Tapi, dia juga rajin. Salah satunya mencuci baju. Dulu, hampir tiap malam dia  ke atas untuk nyuci baju. Sambil menunggu mesin cuci menggilas pakaian, dia akan duduk diam, lagi-lagi sambil ditemani rokok. Dia juga rajin beli deterjen. Pokoknya setiap belanja bulanan, dia selalu memasukka rinso ke dalam troli. Sampai sekarang, rinso yang dia beli belum juga abis. Dia juga penggosok baju yang rapi, nyokap pun kalah rapi sama dia. Dia juga jago bikin nasi goreng cabe rawit dan tempe goreng! Enak!

Mungkin itu semua dia dapetin karena dia anak rantau. Ketika kakak-kakaknya lebih memilih menjadi guru mengikuti bapaknya, dia pergi ke Jakarta mengadu nasib. Ilmu masak seadanya dan mencuci mungkin ia dapat dari hidup sendiri dan terpisah dari mbah gw. 

Oh ya, ada satu cerita yang sering gw dengar tentang episode merantau ini. Dia nggak bakal pulang sebelum bisa beli jeans!. Sekarang, koleksi jeansnya menumpuk di lemari.

Silent is golden, begitu kata pepatah. Mungkin itu juga yang dipegan sama dia. Dia lebih baik diam, tapi menghasilkan. Dalam diamnya dia bekerja banting tulang demi gw, nyokap dan ade gw. Dalam diamnya dia menyusun rencana hidup, rencana renovasi rumah, rencana pesen tas buat diklat kantor dan rencana beli rokok samsu dimana nanti. 



I wish i could say Happy 53rd birthday to you, Pah!

We miss you a lot, especially her.





Tulisan ini ditulis pada 8 September 2013 dengan ditemani nada-nada berisik nan indah dari Mogwai.



1 komentar: