Kamis, 12 September 2013

Review: AM - Arctic Monkeys

You just want to play it over and over again, especially the last track..




Ketika gw mendengar Arctic Monkeys hijrah ke gurun LA demi merampungkan album ke-5 mereka dan memasukkan unsur hip hop dan rnb ke dalamnya, membuat gw underestimate dan merasa album ini akan jelek. Maklum, album sebelumnya, Suck It and See, JUARA. Apalagi ketika mereka rilis "Do I Wanna Know", rasanya mereka berubah, bukan seperti Arctic yang kukenal dulu #eaaa. Kemudian "Why'd You Only Call Me When You're High?" keluar, rasanya ingin bilang ke Alex Turner dan Matt Helders, "mana petikan kasar dan dentuman drum cepat ala "Brianstorm"?".



Akhirnya AM dirilis. Siang tadi gw baru bener-bener dengerin dari awal sampe akhir, hasilnya membuat gw sumringah sampe sekarang :)

Hip hop dan rnb terdengar diramu sangat baik oleh Arctic Monkeys yang pengerjaan albumnya dibantu kembali oleh Josh Homme. Malahan gw mendengar tune ala Eminem di dalamnya, kaya di lagu "Why'd You Only Call Me When You're High?", "Knee Socks" dan "One for the Road" dan Alex juga nyanyi kaya doi!



Tapi tenang, masih ada rock garage tersisa di album ini, salah satunya di lagu "Arabella", "I Want It All" dan "R U Mine". 


Lalu, ditengah-tengah ada "No. 1 Party Anthem". Judulnya terdengar seperti lagu hip hop murahan, tapi pas lo denger ini adalah salah satu lagu ballad ala "Cornerstone" dan "Piledriver Waltz". Setelah itu ada "Mad Sounds", dimana ada bagian "ula la la la la" ala Base Jam tanpa kecrekan. 

Dan tibalah gw pada sebuah track terakhir pada album AM ini. Track yang membuat gw melayang kaya orang baru jatuh cinta. Lo tau kan rasanya? Idup lo cuma pengen ketemu dia dan dengerin dia ngomong terus-terusan karena suaranya merdu di telinga. Lo juga nggak mau ngapa-ngapain, kerja gak konsen, makan pun males. Rasanya lo udah penuh hanya dengan dia #tsah.

Track ke-12  yang membuat lupa daratan menutup album kelima dari band asal Sheffield ini berjudul "I Wanna Be Yours". Alex menggubah puisi dari penyair inggris pujaannya, John Cooper Clarke (aslinya cukup cheesy kalau dinyanyiin) menjadi sebuah nomer rnb ballad paling manis dan gelap yang pernah gw denger. Emang bajingan si Alex Turner ini!



I wanna be your vacuum cleaner
Breathing in your dust
I wanna be your Ford Cortina
I will never rust
If you like your coffee hot
Let me be your coffee pot
You call the shots babe
I just wanna be yours



I wanna be fckn yours, Alex Turner! Oke terlalu lebay. 

Tapi yang pasti, album ini layak banget untuk beli! Walaupun mereka menggeser musik mereka sedikit, it's for the sake of creativity and good music! 12 lagu dalam 42 menit yang cukup membuat emosi lo naik turun.

Sekian dan terima asik.






Minggu, 08 September 2013

Obituary: The Quiet Man

Tanggal 9 September 1999, siang itu gw yang masih SD menjadi salah satu peserta upacara Hari Olahraga Nasional. Bersama teman-teman satu kelas, gw menuju stadion satu-satunya di daerah rumah gw yang jaraknya kurang lebih 20 menit dari sekolah dengan berjalan kaki.

Hari itu excited banget, karena akhirnya gw bisa jalan-jalan (literally jalan) ke luar sekolah dan bakal bertemu banyak anak SD lainnya dan nggak belajar. Oh iya, satu lagi yang membuat hari itu semakin seru, yaitu tentang gosip bakal kiamat. 9/9/99, angka kembar yang membuat media, "orang pintar" dan orang awam menggembargemborkan angka "keramat" itu. Masih inget dipikiran gw, siang itu gw memandang langit yang tampak mendung dan sambil berkata di dalam hati "wah jangan-jangan bentar lagi kiamat". 

Besok, 9 September 2013, gw akan pergi lagi ke stadion itu, tepatnya di sebelah lapangan besar gersang dan tak terawat itu. Bukan untuk merayakan Hari Olahraga, tapi untuk mengunjungi seseorang yang akan berulang tahun di tanggal tersebut, i called him The Quiet Man.

The Quiet Man


Tapi, kiamat sempat terjadi buat gw, tepatnya 14 tahun sesudahnya. The Quiet Man left me, my mom and my sister, for good. Dia pergi tanpa meninggalkan pesan (mungkin karena kita kurang peka dalam membaca tanda). Atau mungkin karena dia nggak mau kita kepikiran, atau memang begitulah dia adanya, pendiam. 

Selama hidupnya, dia jarang bicara panjang lebar layaknya politisi atau pendongeng anak-anak. Tertawa pun jarang, hingga hari-hari terakhirnya gw pun masih sering takjub ketika dia tertawa kecil, seringnya karena nonton komedi atau sinteron Tukang Bubur Naik Haji. Dia lebih suka duduk diam, sambil menyalakan rokok kretek Dji Sam Su dan segelas kopi Nescafe, 2 sahabat karibnya. Dia lebih suka memandangi gw, ade gw dan nyokap bercanda dengan sodara-sodara gw yang lagi main ke rumah. Melihat tante gw dan nyokap yang saling bertukar resep makanan, atau melihat ade gw yang ngobrol dengan para sepupu. Dia hanya sesekali menyapa dan bertanya seperti "udah makan belom?" "lagi sibuk apa?". Setelah itu dia kembali lagi merokok atau tidur di kamar.

Di luar pun juga akan lebih senang diam, mendengar teman-temannya bicara sambil sedikit nyeletuk dan menimpali. Tapi, balik lagi, dia akan lebih banyak diam sambil meresapi sisa rokok kreteknya itu. 

Entah apa yang dia pikirkan. Kerjaan? Keluarga? Politik? Mungkin hal itu nggak akan pernah terjawab sampai kapan pun.

Dibalik diamnya, entah mengapa dia memiliki banyak teman. Setiap gw ikut dia pergi ke tempat kerja atau dinesnya, orang-orang di hotel tempat menginap misalnya, mereka kaya udah kenal lama sama dia dan nganggep keluarga. 

Diamnya dia juga berarti cuek. Contohnya yang paling gw kesel adalah, cuek sama kebersihan. Dia seneng banget buang abu rokok sama puntungnya sembarangan. Gw bakal ngamuk-ngamuk setelah itu.

Tapi, dia juga rajin. Salah satunya mencuci baju. Dulu, hampir tiap malam dia  ke atas untuk nyuci baju. Sambil menunggu mesin cuci menggilas pakaian, dia akan duduk diam, lagi-lagi sambil ditemani rokok. Dia juga rajin beli deterjen. Pokoknya setiap belanja bulanan, dia selalu memasukka rinso ke dalam troli. Sampai sekarang, rinso yang dia beli belum juga abis. Dia juga penggosok baju yang rapi, nyokap pun kalah rapi sama dia. Dia juga jago bikin nasi goreng cabe rawit dan tempe goreng! Enak!

Mungkin itu semua dia dapetin karena dia anak rantau. Ketika kakak-kakaknya lebih memilih menjadi guru mengikuti bapaknya, dia pergi ke Jakarta mengadu nasib. Ilmu masak seadanya dan mencuci mungkin ia dapat dari hidup sendiri dan terpisah dari mbah gw. 

Oh ya, ada satu cerita yang sering gw dengar tentang episode merantau ini. Dia nggak bakal pulang sebelum bisa beli jeans!. Sekarang, koleksi jeansnya menumpuk di lemari.

Silent is golden, begitu kata pepatah. Mungkin itu juga yang dipegan sama dia. Dia lebih baik diam, tapi menghasilkan. Dalam diamnya dia bekerja banting tulang demi gw, nyokap dan ade gw. Dalam diamnya dia menyusun rencana hidup, rencana renovasi rumah, rencana pesen tas buat diklat kantor dan rencana beli rokok samsu dimana nanti. 



I wish i could say Happy 53rd birthday to you, Pah!

We miss you a lot, especially her.





Tulisan ini ditulis pada 8 September 2013 dengan ditemani nada-nada berisik nan indah dari Mogwai.